SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
ETNOGRAFI SUKU BANGSA JAWA
DI KABUPATEN ASAHAN
DI KABUPATEN ASAHAN
Oleh :
ADE NOVRIANDA
A REGULER
NIM : 3153131001
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVESITAS
NEGERI MEDAN
2015
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada tuhan yang maha esa berkat rahmat dan
hidayahnya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini membahas
Perkembangan suku jawa di Asahan, Sejarah masuknya suku jawa di Asahan, serta
kebudayan suku jawa di Asahan.
Penulis mengcapkan banyak
terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah ini sangat baik dan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca. Dan penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pembaca yang mau
membaca dan mengambil manfaat dari makalah ini.
Penulis Menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
baik dari isi dan sumbernya. Oleh karena itu di mohonkan kritik dan saran para
pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita
semua.
Medan,
20 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3
Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
2.1 Sejarah Masuknya Suku Jawa Di
Asahan..................................................... 3
2.2 Perkembangan Suku Jawa Di Asahan........................................................... 4
2.3 Bahasa Yang Di Gunakan............................................................................. 5
2.4 Sistem Kepercayaan...................................................................................... 6
2.5 Stratifikasi Sosial........................................................................................... 7
2.6 Pekerjaan....................................................................................................... 7
2.7 Susunan Lapisan Sosial................................................................................. 7
2.8 Sistem Teknologi........................................................................................... 8
2.9 Sistem Pengetahuan...................................................................................... 8
2.10 Kesenian Dan Kebudayaan........................................................................... 9
2.11 Stereotaip Orang Jawa.................................................................................. 13
BAB III PENUTUP................................................................................................... 14
3.1
Kesimpulan...................................................................................................... 14
3.2
Saran................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan
keanekaragaman suku yang banyak yang merupakan lambang bahwa indonesia adalah
negara yang terunik diantara negara lain di dunia. Dan kita juga tidak dapat
memungkiri bahwa suku yang beraneka ragam di indonesia merupakan ciri khas
indonesia yang tidak boleh hilang begitu saja oleh modernisasi.
Dan salah satu suku yang ada di
indonesia adalah suku jawa yang mendominasi suku di indonesia karena
keberadaanya yang berada di seluruh jawa bahkan ada yang berada di luar jawa seperti
Lampung dan sumatera. Di Sumatera sendiri tersebar di berbagai wilayah. Seperti
Aceh, Padang, Riau, bahkan sampai ke berbagai kabupaten di sumatera. Seperti
Kabupaten Asahan.
Menurut populasi aslinya, suku Jawa
menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Namun di luar wilayah itu, sebagian provinsi Jawa Barat juga banyak suku Jawa,
seperti Cirebon, Indramayu, Jakarta, dan Banten. Di wilayah Sumatra, suku
Jawa paling banyak adalah di wilayah Lampung. Sisanya menyebar ke seluruh
pulau besar di Indonesia.
Di Asahan
sendiri suku jawa lebih banyak mendominasi, hampir kebanyakan di kabupaten
asahan orang jawa. Suku jawa memiliki bahasa tersendiri dan kebudayaan yang
beragam yang telah berkempang di asahan, bahkan bahasa suku jawa saat ini
banyak berbagai parian bahasa yang di pakai. Inilah Kayanya indonesia memiliki
bergabai suku, kebudayaan, ras, dan lainnya, yang harus tetap di jaga
kelestariannya dan perkembangannya
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Sejarah Masuknya Suku Jawa Ke Asahan
1.2.2
Bagaimana Perkembangan Suku Jawa Di Asahan
1.2.3
Bahasa Apa Yang Di Gunakan Oleh Suku Jawa
1.2.4
Sistem Pekercayaan Apa Yang Di Anut Orang Jawa
1.2.5
Stratifikasi Sosial Orang Jawa
1.2.6
Jenis Pekerjaan Suku Jawa
1.2.7
Susunan Lapisan Sosial Suku Jawa
1.2.8
Teknologi Yang Berkembang Di Suku Jawa
1.2.9
Pemikiran Atau Pengetahuan Suku Jawa
1.2.10
Perkembangan Kesenian Dan Kebudayaan Suku Jawa
1.2.11
Stereotaip Orang Jawa
1.3 Maksud Dan Tujuan
Memperkenalkan lebih jelas tentang
seluk beluk dari suku jawa yaitu tentang asal mula suku jawa, bahasa, kepercayaan,
pekerjaan, budaya dan lain-lain. Agar kita dapat lebih menghargai adat
isitiadat suku jawa dan suku-suku lain di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Masuknya Suku Jawa Di Asahan
Suku Jawa merupakan suku terbesar di
Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut
dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah
menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain
menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke
Suriname (Amerika Selatan), ke Afrika Selatan, dan ke Haiti di Lautan Teduh
(Pasifik) oleh Belanda.
Menurut populasi aslinya, suku Jawa
menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Namun di luar wilayah itu, sebagian provinsi Jawa Barat juga banyak suku Jawa,
seperti Cirebon, Indramayu, Jakarta, dan Banten. Di wilayah Sumatra, suku
Jawa paling banyak adalah di wilayah Lampung. Sisanya menyebar ke seluruh
pulau besar di Indonesia.
Datangnya orang Jawa di Sumatera berawal pada masa
kolonial Belanda. Sumatera Utara saat itu dikenal dengan Sumatera Timur tanah
kekuasaan raja-raja Melayu. Daerah yang merupakan bagian Sumatera Timur yakni:
tanah Deli (kawasan Medan), Langkat, Deli Serdang, Batubara, Asahan, sampai
Labuhan Batu. Sumatera Timur dikenal dengan daerah perkebunan tembakau dan
karet, pembukaan onderafdeling (perkebunan besar) tahun 1890-1920 oleh
Belanda mengawali datangnya pekerja kuli kontrak murah dari pulau Jawa di tanah
Sumatera.
Gelombang kedatangan kuli dari Jawa terus berlangsung
dan semakin banyak didatangkan, dan di Sumatera mereka disebar di beberapa
daerah yang menjadi konsentrasi perkebunan kekuasaan Belanda. Salah satu daerah
di Sumatera yang menjadi kawasan perkebunan adalah Asahan, pada tanggal 22
September tahun 1865 kesultanan Asahan berhasil dikuasai Belanda, sejak saat
itu kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda sampai pada dibukanya kawasan
perkebunan di tanah Asahan.
Pekerja kuli Jawa bekerja sebagai buruh kasar
perkebunan, cerita-cerita menyedihkan tentang kehidupan mereka bekerja di
perkebunan sudah menjadi hal yang biasa didengar termasuk ketika penjajahan
Jepang, kondisi para pekerja buruh tidak jauh berbeda bahkan semakin sengsara
dengan adanya sistem kerja negara penjajah tersebut. Banyak dari mereka yang
melarikan diri dari perkebunan untuk kembali ke Jawa, tetapi ada juga yang
akhirnya tertangkap oleh polisi kebun dan mendapat siksaan. Bagi mereka yang
takut untuk melarikan diri memilih untuk bertahan dengan mematuhi sistem kerja
yang diberlakukan baik oleh pemerintah kolonial maupun pada masa pemerintahan
Jepang. Nasib pekerja kuli dari Jawa ini tidak mengalami perubahan
diperantauaan.
Rasa ikatan senasib dan
sepenanggungan antara para pekeraja kuli dari Jawa ini menimbulkan hubungan
persaudaraan diantara mereka untuk sama-sama bertahan dan bahu membahu hidup
diperantauan. Dulur tunggal sekapal merupakan istilah bagi hubungan
persaudaraan yang dibangun atas dasar persamaan nasib para buruh kontrak Jawa
di Asahan. Pekerja kuli dari Jawa ini datang ke Sumatera juga membawa serta
kebudayaan yang dimilikinya sebagai bentuk identitas diri mereka sebagai orang
Jawa yang berasal dari tanah Jawa. Kebudayaan yang sering di pertunjukan adalah
kesenian seperti tarian. Ludruk, Jarana, nembang dan sebagainya,
kebudayaan serupa kesenian ini dimaksudkan untuk mengobati kerinduan mereka
akan kampung halaman serta menghibur diri selama diperantauan. Demikian juga
halnya dengan adat istiadat yang mereka miliki senantiasa untuk bisa diterapkan
dalam kehidupan mereka diperantauan. Untuk mengeksistensikan kebudayaan yang
dibawah ini cara adaptasi dengan penduduk lokal Asahan merupakan strategi utama
agar kebudayaan Jawa yang mereka miliki dapat diterima.
2.2
Perkembangan Suku Jawa Di Asahan
Suku jawa adalah suku bangsa yang
terbesar di indonesia, dengan penghuni 90 juta jiwa di Asahan ,
Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah
bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua,
menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat
mempunyai arti yang luas. Sebahagian besar penduduk Labura adalah Suku Melayu
70%, Suku Jawa 13%, Suku Batak 7%, dan suku lainnya.
Tahun 2010, tercatat
bahwa jumlah penduduk suku Jawa di Asahan kini mencapai 59,41 %, suku Batak
29,40 %, suku Melayu 5,19 % sedangkan sisanya 6,00 % adalah suku Minang,
Banjar, Aceh dan lainnya. Mereka yang suku Jawa sebagian besar banyak tinggal
di desa-desa, perkebunan dan pinggiran kota dan sebagian kecil lainnya tinggal
di kota. Matapencaharian mereka pun beragam mulai dari petani, karyawan
perkebunan, buruh pabrik, pedagang, pekerja rumahtangga, pegawai pemerintah,
pegawai swasta dan sebagainya. Mereka yang bersuku Jawa ini tidak ingin disebut
sebagai generasi kuli, penyebutan tersebut dianggap “menyakitkan” dan melukai
perasaan mereka, meskipun ada yang sebagian memang berasal dari generasi
pekerja kuli namun mereka lebih senang bila disebut sebagai Pujakesuma (putra
Jawa kelahiran Sumatera).
Kehidupan masyarakat
Jawa di Asahan juga tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan
upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, mulai dari dalam
kandungan sampai kematian. Upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup ini
masih banyak dilakukan masyarakat Jawa yang tinggal di perkebunan dan di
desa-desa. Intensitas menggelar kegiatan seperti hajatan dan slametan tidak
jarang ditemukan di pedesaan. Acara hajatan dan slametan yang
dilangsungkan biasanya mulai dari lingkup kecil-kecilan yang hanya melibatkan
kerabat dan tetangga dekat sampai yang berukuran besar yang melibatkan hampir
seluruh warga desa, handai taulan, dan kerabat jauh.
2.3 Bahasa
Yang Digunakan
Terdapat tiga bentuk utama tingkatan
variasi bahasa Jawa, yaitu ngoko (“kasar”), madya (“biasa”), dan krama
(“halus”). Namun , pada tingkat yang lebih spesifik lagi, terdapat 7 (tujuh)
tingkatan dalam berbahasa Jawa, diantaranya: ngoko, ngoko andhap, madhya,
madhyantara, kromo, kromo inggil, bagongan, kedhaton. Di antara masing-masing
bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan
"perendahan" (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah
registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan
bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain.
Sebahagian besar suku bangsa Jawa
menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan harian. Sebuah tinjauan
pendapat yang dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekad 1990-an menunjukkan
bahawa hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan campuran bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia, dengan yang lain menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa
utama mereka. Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa
Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang
lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa
juga sangat mempunyai erti yang luas.
Ada beragam bahasa yang di pakai
oleh suku jawa, seperti orang jawa terkadang berbicara bahasa jawa dengan
sesama orang jawa, dan kalau suku batak juga berbicara bahasa batak dengan
orang batak, tetapi terkadang orang batak yang tinggal di kampung orang jawa di
desa tersebut dengan mau tidak mau beradaptasi dengan suku setempat.
Tetapi ada sebagian orang jawa yang
di daerah itu memakai bahasa Indonesia dan bercampur dengan bahasa jawa, dan
bahasa jawa yang tidaklah seperti bahasa jawa yang asli di daerah pulau jawa
mereka berbahasa jawa kasar istilahnya (ngoko), karena itu bahasa jawa nya
tidak kelihat jawa halus lagi. Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara ini,
mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai
wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut
sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan
masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang
diselenggarakan semenjak jaman penjajahan Belanda. Maka dari itu daerah Kabupaten Asahan
masyarakat jawa sudah ada sejak zamann penjajahan Belanda.
2.4 Kepercayaan
Agama yang di anut suku jawa di
Kabupatren Asahan adalah islam, ada juga ang menganuti agama Kristian,
Protestan dan Katolik juga banyak, termasuknya di kawasan luar bandar, dengan
penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan di kalangan masyarakat Jawa.
Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen.
Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh
agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi
kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut
nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadang kalanya menjadi kabur.
Kalau di amati orang –orang jawa di
desa, masih menganut yang namanya kepercayaan animisme atau yang mempercayai
adanya roh halus, contohnya saja jika hari raya idul fitri sebagian orang jawa
di desa ini masih ada yang membuat sesaji makanan taupun kemenyan pada hari
pertama lebaran. Dan masyarakat tidak pernah menghilangkan ritual seperti itu
karena menrut mereka itu adalah sesuatu yang sudah ada sejak dulu sejak zaman
nenek moyang, maka mereka sampai sekarang mewarisi kepercayaan itu.
Dan peristiwa lainnya adalah ketika
sesorang ibu yang hamil dan usia kandungannya sudah 7 bulan wajib diadakannya
acara 7 bulanan yang acaranya memandikan ibu tersebut dengan air bunga dan
membelah kelapa melihat jenis kelamin anak yang dikandungnya karena menurut orang tua saya sistem dahulu
belum mengenal USG maka dari itu cara melihat jenis kelamin apa bayi nya
menggunakan belah kelapa di 7 bulanan. Sungguh banyak keunikan –keunikan yang
di lihat dari suku jawa yang ada di desa padang halaban.
Keunikan
lainnya pada bulan syuro atau kalau di kalender islam adalah bulan dzulhijjah
kalau didalam bulan islam bulan syuro adalah bulan baik, tetapi dalam
kepercayaan jawa bulan itu adalah bulan yang tidak baik mengapa karena setiap
bulan itu datang dipercayai sebagai bulan yang penuh kesialan dan musibah,
contohnya kita tidak boleh masuk rumah baru, kita tidak boleh melakukan acara
pesta perkawinan, kita tidak boleh berpergian, misalnya jika kalau kita
berpergian kita mengalami kecelakaan dan kecalakaan nya di bulan syuro maka itu
salah satu dari kesialan di bulan itu, Eyang atau nenek selalu melarang
berpergian kemana –man kalau bulan ini datang. Terkadang berpikir hal tersebut
adalah bertentangan apa yang kita pikirkan di zaman semodren ini masih ada
orang yang mempercayai hal mistis seperti itu.
2.5 Stratifikasi sosial
Masyarakat
Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar
antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi
masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi.
Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan
adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum
Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak
ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan.
Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang
luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti
orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.
2.6 Pekerjaan
Di Kabupaten
Asahan orang Jawa biasanya ditemukan dalam semua bidang, khususnya dalam
perkhidmatan awam dan tentera. Secara tradisi, kebanyakan orang Jawa adalah
petani. Ini adalah sebabkan oleh tanah gunung berapi yang subur di Jawa. Mata
pencaharian masyarakat jawa yang lain adalah perkebunan, maka dari itu banyak
penduduk yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, kebanyakan suku jawa yang
bekerja apalagi suku jawa dikenal sebagai suku yang rajin dalam bekerja, tidak
dipungkiri kalau pada penjajahan Belanda suku jawa lah yang di pakai untuk
membangun rel keretapi. Ada juga penduduk yang bekerja di istansi pemerintahan,
PNS,dll.
2.7 Susunan Lapisan Sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal kerana
pembahagian golongan sosialnya. Pada dekad 1960-an, Clifford Geertz, pakar
antropologi Amerika Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa kepada
tiga buah kelompok:
- Kaum santri
- Kaum abangan
- Kaum priyayi.
Menurut
beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak, manakala kaum
abangan adalah penganut Islam pada nama sahaja atau penganut Kejawen, dengan
kaum priyayi merupakan kaum bangsawan. Tetapi kesimpulan Geertz ini banyak
ditentang kerana ia mencampurkan golongan sosial dengan golongan kepercayaan.
Pengelasan sosialnya juga dicemari oleh penggolongan kaum-kaum lain, misalnya
orang-orang Indonesia yang lain serta juga suku-suku bangsa bukan pribumi
seperti keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India.
2.8 Sistem Teknologi
System teknologi di Kabupaten Asahan
sudah mengikuti perkembangan zaman, suku jawa di daerah tersebut tidak lagi Gaptek dengan teknologi zaman sekarang dengan
adanya penyuluhan –penyuluhan tentang teknologi didaerah , yang diadakan kepala
desa setempat. Tetapi kalau dengan adat istiadat jawa, suku jawa masih memegang
teguh adat istiadat tersebut apalagi dalam mendidik anak. Didesa tersebut masih ada orang tua yang menggap
bahwa pendidikan tidak lah terlalu penting untuk anak perempuan, maka dari itu
banyak di desa tersebut anak perempuan yang dijumpai sudah menikah atu sudah
memiliki anak. Kemajuan teknologi terkadang membawa pengaruh bagi penduduk
sekitar contohya saja handphone ,banyak penduduk yang salah menggunakan
teknologi ini dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi orang
jawa asli yang bertempat tinggal di Kabupaten Asahan tersebut ada juga masih yang memasak dengan api atau
kayu bakar, padahal kepala desa setempat telah membagikan kompor gas dengan
gratis. Suku jawa di desa padang halaban sebagian telah mengikuti kemajuan
tekhnologi seperti internet, termaksud putra-putri nya. Jika diamati banyak
penduduk yang sudah menggunakan sepeda motor kalau mau pergi kerja, sedikitlah
yang masih menggunakan sepeda. Itu berarti desa Padang halaban telah menerima
sisi positifnya globalisasi. Hanphone dan sepeda motor telah menjadi kebutuhan
primer, setiap keluarga pasti memilikinya.
2.9 Sistem
Pengetahuan
Kebanggaan orang Jawa tampaknya
belum pudar di desa ini. Sebagai salah satu suku di Indonesia dengan populasi
paling tinggi sekaligus konon kabarnya paling tua dalam hal peradaban,
kebudayaan Jawa tak bisa disangsikan kemajemukannya. Mulai dari aksara kuno,
perhitungan tanggal dan bulan, ramal-ramalan sampai dengan peninggalan candi
tertua ada di budaya satu ini.
Salah satu
bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini,
adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kami,
adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil
diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh
unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit budaya barat.
Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun penggunaanya
yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan
penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik
penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan
berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah), dan sampai sekarang sistem itu
masih adaa di desa ini.
2.10
Kesenian Dan Kebudayaan
Kesenian
asli suku jawa di desa padang halaban belumlah hilang dari kebudayaan karena
mereka sangat menjunjung tinggi kesenian, setiap ada hari –hari besar selalu
mengadakan pertunjukan kesenian contohnya:
A.
Kesenian
tipe jawa tengah
Wujud kesenian tipe jawa tengah bermacam-macam
misalnya sebagai berikut:
- Seni Tari Contoh: Seni tari tipe jawa tengah adalah tari serimpi dan tari bambang cakil, tari jaipong.
- Seni Tembang berupa lagu-lagu daerah jawa, misalnya lagu-lagu dolanan suwe ora jamu, gek kepiye dan pitik tukung.
- Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di jawa tengah.
- Seni teater tradisional wujud seni teater tradisional di jawa tengah antara lain adalah ketoprak.
B.
Kesenian
tipe jawa timur
Wujud kesenian dari pesisir dan ujung timur serta
madura juga bermacam-macam, misalnya sebagai berikut:
- Seni tari dan teater antara lain tari ngremo, tari tayuban, dan tari kuda lumping.
- Seni pewayangan antara lain wayang beber.
- Seni suara antara lain berupa lagu-lagu daerah seprerti tanduk majeng (dari Madura) dan ngidung (dari Surabaya).
- Seni teater tradisional antara lain ludruk dan kentrung.
C.
Pakaian
Adat/Khas Jawa
Suku Jawa
mempunyai pakaian adat/tradisional yang sangat terkenal, yaitu kebaya. Kebaya
merupakan pakaian khas Jawa Tengah yang sangat terkenal, sehingga kini kebaya
bukan hanya menjadi pakaian khas Jawa saja tetapi sudah menjadi pakaian adat
nasional. Itu merupakan suatu bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian
dari kebudayaan nasional. Dan banyak kita lihat di setiap acara perkawinan suku
jawa kedua pengantin masih menggunakan pakaian adat suku jawa.
D.
Kuda Lumping
Kuda Lumping merupakan kesenian yang
beda dari yang lain, karena dimainkan dengan cara mengundang roh halus sehingga
orang yang akan memainkannya seperti kesurupan.
Kesenian ini dimainkan dengan cara
orang yang sudah kesurupan itu menunggangi kayu yang dibentuk seperti kuda
serta diringi dengan tabuhan gendang dan terompet. Keanehan kesenian ini adalah
orang yang memerankannya akan mampu memakan kaca serta rumput. Selain itu orang
yang memerankannya akan dicambuk seperti halnya menyambuk kuda. Biasanya
kesenian ini dipimpin oleh seorang pawang. Kesenian ini merupakan kesenian yang
dalam memainkannya membutuhkan keahlian yang sangat khusus, karena merupakan
kesenian yang cukup berbahaya.banyak pemuda desa yang ikut dalam kesenian ini.
Kesenian ini
sangat digemari oleh suku jawa di daerah saya, selain menarik dan menantang
banyak dari desa lain berbondong- bondong untuk menonton jika salah satu desa
membuat acara ini. Bangga menjadi suku jawa karena setiap adat istiadat dan
kebudayaan belum hilang, malah semakin di junjung tinggi karena suku jawa
adalah suku yang menarik dari kesenian dari suku –suku lain yang ada di
Indonesia.
E.
Reog
Di daerah
Jawa Tengah terdapat kesenian yang disebut Reog,dan kesenian ini juga sering di
tampilkan di desa padang halaban pada acara-acara perkawinan,sunatan,dll.
kesenian ini pada umumnya ditampilkan dengan bodoran, serta diiringi dengan
musik tradisional yang disebut Calung. Kesenian ini biasanya dimainkan oleh
beberapa orang yang mempunyai bakat melawak dan berbakat seni. Kesenian ini
ditampilkan dengan membawakan sebuah alur cerita yang kebanyakan cerita yang
dibawakan adalah cerita lucu atau lelucon. Banyak juga warga yang menyukai
kesenian ini, dan suku batak yang ada di daerah ini juga antusias dengan
kesenian ini
F.
Upacara Adat
·
Selamatan dalam rangka lingkaran hidup
seseorang, dimulai dengan upacara nujuh bulanan, aqiqahan, potong rambut, turun
tanah, terus berputar hingga sampai pada saat kematian orang tersebut, mulai
dari upacara sedekah surtanah, sedekah nelung dina, sedekah mitung dina,
sedekah matangpulung dina, sedekah mendak pisan, dan sedekah nyewu.
·
Selamatan yang diadakan dalam rangka
bersih desa, penggarapan tanha pertanian, dan setelah memanen padi.
·
Selamatan yang berhubungan dengan
hari-hari besar atau hari-hari keagamaan islam. Seperti muludan, malam satu
suro, dll.
·
Selamatan yang dibuat pada waktu-waktu
tertentu dan bersifat insidentil, seperti saat menempati rumah baru,
mendapatkan rizki, dan saat sembuh dari sakit.
·
Sesajen adalah penyerahan sesaji pada
waktu, tempat, dan keadaan tertentu dalam rangka kepercayaan kepada makhluk
halus. Tempat-tempat yang dipilih biasanya dipilih tempat yang keramat,
begitupun dengan waktu, biasanya dipilih waktu-waktu yang dianggap keramat,
seperti malam jum’at kliwon. Sesajen biasanya terdiri dari kembang, kemenyan,
cerutu, kopi hitam, teh, dll yang disimpan dalam besek ataupun daun pisang.
·
Kepercayaan terhadap kekuatan sakti dari
benda-benda atau makhluuk hidup tertentu (kesakten). Kepercayaan terhadap
kemampuan seperti keris, gamelan, kereta kencana, bahkan pada burung perkutut.
·
Sadran adalah suatu upacara yang
dilakukan oleh masyarakat Jawa baru (juga Sunda, dan madura). Upacara ini
dilakukan oleh orang Jawa, pada bulan sebelum bulan puasa (reuwah/syaban).
Upacara ini diisi dengan acara mengunjungi makam (nyekar) ke makam keluarga,
kerabat, atau orang-orang yang dihormati. Biasanya orang Jawa non-muslim pun
ikut melakukan upacara ini.
·
Ngerak adalah suatu prosesi memandikan
anak kecil berumur di bawah lima tahun (Balita) di sebuah belik dengan kembang
7 rupa. Dari depan rumah sampai tiba di belik, sang anak akan digendong dengan
selendang berwarna kuning. Lalu setelah dimandikan di belik, sang anak akan
dibimbing menaiki sebuah paramida yang berisi mainan, aksesoris dan lain-lain.
Di dekat piramida nanti akan ditempatkan seekor ayam panggang. Uniknya,
kebanyakan dari anak-anak tersebut kebanyakan mengambil bagian kaki dari ayam
panggang tersebut.
·
Mantu Poci adalah sebuah tradisi yang
berasal dari Tegal (pantai utara Jawa Tengah). Sebuah prosesi unik, dimana
acara inti dari prosesi ini adalah melangsungkan pernikahan antara dua poci teh
berukuran raksasa. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh sepasang suami istri
yang sudah lama menikah tapi belum juga dikaruniai putra-putri. Mantu poci ini
tak berbeda dengan acara pernkahan biasa yang mengundang banyak kerabat dan
handai taulan.
·
Ruwatan adalah tradisi ritual asli dari
Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian dari segala dosa yang
mengakibatkan kesialan dalam hidup orang yang akan diruwat. Upacara adat
khas Jawa ini diperkirakan berasal dari budaya Jawa kuno yang masih bersifat
sinkretisme, tetapi sekarang ini lebih sering dipadukan dengan ajaran agama
agar tidak menyimpang.
·
Kutug merupakan ritual membakar kemenyan
yang dilakukan oleh para penganut kepercayaan tertentu dengan tujuan
mendapatkan perlindungan, keselamatan, dan berkah dari Sang Hyang Widi, upacara
ini biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu.
Ngethingi adalah suatu bentuk tradisi tasyakuran atau pengucapan syukur ketika moment peringatan terhadap seorang bayi pada usia tertentu.
Ngethingi adalah suatu bentuk tradisi tasyakuran atau pengucapan syukur ketika moment peringatan terhadap seorang bayi pada usia tertentu.
·
Malam satu suro adalah peringatan
pergantian tahun dalam kalender Jawa. kalender ini terpengaruh dari kalender
islam. Pada tahun 431 H atau tahun 1443 tahun Jawa baru, sunan Giri dari
kerajaan demak, membuat penyesuaian antara tahun islam dan tahun Jawa.
·
Ngupat atau ngupati adalah upacara adat
yang dilakukan oleh seorang ibu yang sedang mengandung empat bulan yang
bertujuan untuk keselamatan sang ibu dan jabang bayinya, juga untuk menolak
bala. Dalam acara ini, para tamu yang hadir diberikan sajian kupat yang
dimasukan ke dalam wadah yang disebut besek, yang dibagikan saat pulang. Selain
ngupat yang diadakan pada bulan keempat, pada bulan kelima pun ada upacara
serupa yang bernama ngliman. Sedangkan pada bulan ketujuh, diadakan upacara
dengan tujuan serupa yang bernama mitoni atau tingkeban.
·
Mendhem ari-ari adalah prosesi yang
dilakukan setelah sang jabang bayi lahir. Hal ini juga umum dilakukan oleh
suku-suku yang lain di Indonesia. Ari-ari diistimewakan, karena sebagai
penghubung antara sang ibu dengan bayinya di dalam rahim, dalam kepercayaan
orang Jawa, mereka menganggap bahwa ari-ari adalah kembaran atau “sedulur
kembar” sang bayi tersebut. Selain mendhem ari-ari, masih ada beberapa upacara
adat atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yang berkaitan dengan
kelahiran bayi yaitu:
·
Brokohan merupakan salah satu upacara
adat Jawa untuk menyambut kelahiran bayi, dengan tujuan agar sang bayi dapat
lahir dengan selamat, diberi perlindungan, juga agar kelak memiliki perangai
yang baik. Rangkaian acaranya dimulai dengan acara mendhem ari-ari, dan
dilanjutkan dengan membagi-bagikan sesajen brokohan kepada kerabat dan
tetangga.
·
Sepasaran adalah upacara adat yang
dilakukan pada saat si bayi berumur lima hari. Acara ini umumnya
diselenggarakan pada sore hari dengan acara utama membagikan kendhuri dengan
mengundang tetangga dan saudara. Suguhan utama yang biasa disajikan adalah air
minum dan jajanan pasar, namu ada beberapa juga yang menyediakan besek untuk
dibawa pulang.
·
Puputan sebenarnya memiliki arti “tali
puser bayi puput”. Acara ini diadakan pada saat sang bayi lepas tali pusarnya,
biasanya dalam acara ini ada kendhuri, bancakan, dan memberi nama bayi. Acara
ini sebaiknya dilaksanakan selepas maghrib.
Tedhak siten atau upacara turun tanah, adalah prosesi selanjutnya. Prosesi ini, tidak hanya ditemukan di kalangan masyarakat Jawa, di tempat lain di nusantara pun ditemukan upacara demikian. Acara ini baisanya diadakan pada saat sang anak telah berumur 7 selapan (7×35=245 hari).
Tedhak siten atau upacara turun tanah, adalah prosesi selanjutnya. Prosesi ini, tidak hanya ditemukan di kalangan masyarakat Jawa, di tempat lain di nusantara pun ditemukan upacara demikian. Acara ini baisanya diadakan pada saat sang anak telah berumur 7 selapan (7×35=245 hari).
2.11 Stereotaip Orang Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku
bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku
bangsa yang tertutup dan tidak mahu terus terang. Sifat ini konon berdasarkan
sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan
menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam sahaja dan tidak
membantah apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang
buruk daripada kecenderungan ini adalah bahawa mereka biasanya dengan mudah
menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai
kecenderungan untuk membeza-bezakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta
atau golongan sosial. Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feudalisme
yang berasal daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah
diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suku
jawa di Asahan sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Pada mlanya belanda
mengirim pekerja dari jawa untuk bekerja di sumatera utara dan beranak pinak di
sana. Di Asahan sendiri penduduk jawa mendominasi disana. Suku jawa terus
berkembang dan memunculkan berbagai bahasa yg dipakai dan kebudayaan yang
beragam. Kebanyakan penduduk jawa menganut agama islam. Namun di Asahan
kebudayaan jawa mulai pudar hanya beberapa kesenian yang ada yang masih di
lestarikan oleh masyarakat setempat.
B.
Saran
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar