PENDIDIKAN IPS STUDY KASUS KEBAKARAN HUTAN RIAU



PENDIDIKAN IPS
STUDY KASUS KEBAKARAN HUTAN RIAU

OLEH

ADE NOVRIANDA
3153131001











JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa di mana berkat rahmat dan karunianya makalah ini dapat selesai pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau.
            Penulis juga banyak mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini yaitu ide dan gagasan dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada para pembaca yang berkenan membaca dan mengambil manfaat dari makalah ini.
            Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan seperti dari isi serta sumber-sumber penulisan makalah ini. Di harapkan para pembaca dapat memberikan sejumlah kritik dan saran agar penulis makalah ini dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan penulis ucapkan terima kasih.
                                                                                                                                                            Medan, 27 Oktober 2015


                                                                                                                      Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................   i
DAFTAR ISI......................................................................................................................   ii
BAB I  PENDAHULUAN.................................................................................................   1
1.1     Latar Belakang......................................................................................................   1
1.2     Rumusan Masalah.................................................................................................   1
1.3     Tujuan....................................................................................................................   2
BAB II   PEMBAHASAN.................................................................................................   3
2.1     Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau..................................................................   3
2.2     Penyebab Kebakaran Hutan Di Riau.....................................................................   4
2.3     Dampak Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan Riau............................................   5
2.4     Solusi Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan..........................................................   6
2.5     Pencegahan Kebakaran Hutan...............................................................................   7
2.6     Gambar Terkait Kebakaran Hutan Riau.................................................................   11
BAB III  PENUTUP...........................................................................................................   12
3.1     Kesimpulan............................................................................................................   12
3.2     Saran......................................................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kebakaran hutan dan lahan terus meluas di Pulau Sumatera. Selain Provinsi Riau, titik api juga terdeteksi menyebar di 5 provinsi lainnya. Di Pekanbaru sendiri, asap dari kebakaran sudah menyelimuti sejak Jumat pagi dan menyebabkan jarak pandang hanya 3 kilometer. Berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ada sekitar 35 titik api yang tersebar di Provinsi Aceh 4, Bangka Belitung 2, Jambi 5, Kepulauan Riau 3 dan Sumatera Barat 1.
“Di Provinsi Riau sendiri terdeteksi 15 titik yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Yaitu Bengkalis 3 titik, Pelalawan 3, Rokan Hulu 2 dan Kabupaten Siak 7 titik,” jelas staf Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo di Pekanbaru, Riau, Jumat(27/2/2015).
Dari semua titik panas, sebut Agus, yang mengindikasikan titik api sebagai kebakaran hutan dan lahan ada 9. Semuanya tersebar di Bengkalis, Pelalawan, Rokan Hulu dan Siak. Pada umumnya, cuaca di Riau cerah berawan. Peluang hujan dengan intensitas ringan dan tidak merata diprakirakan terjadi pada malam hari di wilayah Riau bagian barat dan selatan. “Jarak pandang terpendek terjadi di Pekanbaru karena disebabkan kebakaran hutan dan lahan, yaitu sekitar 3 kilometer. Kemudian di Pelalawan 3 kilometer, Dumai 6 kilometer dan Rengat 5 kilometer,” ujar Agus. Sementara itu, BMKG Pekanbaru mengkhawatirkan dampak kebakaran yang terus meluas di Riau. Jika tidak segera diantisipasi, Riau diprediksi bakal ‘mengekspor’ asap ke negara tetangga.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1 Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau
1.2.2 Penyebab Kebakaran Hutan Di Riau
1.2.3 Dampak Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan Riau
1.2.4 Solusi Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan
1.2.5 Pencegahan Kebakaran Hutan



1.3  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu agar pembaca mengetahui perkembangan kebakaran di riau, dampak kebakaran bagi riau, dampak asap bagi seluruh kota di indonesia, serta penanggulangan dan pencegahan agar kebakaran hutan tidak terjadi. Agar para pembaca dapat mengetahui apa saja penyebab kebakaran hutan riau.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau
Masyarakat Indonesia mesti menghadapi kabut asap yang sudah hampir satu bulan menyelimuti sejumlah kota. Musim kemarau panjang membuat kabut asap semakin parah. Akibatnya sejumlah sekolah pun terpaksa diliburkan demi menjaga kesehatan para siswa. Tidak hanya itu.. asap tebal juga mulai menyerang saluran pernapasan bayi dan anak anak.
Rapat Koordinasi Pemimpin Daerah di Pulau Nias dengan Pelaksana Tugas Gubernur Sumut di Medan, Jumat, juga batal karena pesawat Garuda Medan-Gunungsitoli-Medan batal terbang akibat kabut asap. Para pengusaha bahkan membatalkan penerbangannya ke luar daerah demi keselamatan penerbangan.
Pengamat ekonomi Universitas Batang hari, Jambi, Pantun Bukit, mengatakan, potensi ekonomi yang hilang jauh lebih besar dibandingkan nilai kerugian. Dia mencontohkan tingkat hunian hotel dan penginapan menurun drastis selama dua pekan terakhir sejak Jambi diselimuti kabut asap. Rata-rata tingkat hunian hotel 60 persen per bulan, tetapi sejak terganggunya aktivitas penerbangan akibat asap, tingkat hunian juga anjlok. "Kini menjadi 30 persen saja tingkat okupansinya," kata Pantun.
Selama tahun 2015 ini telah terjadi sebanyak 22 kasus kebakaran di kota pekanbaru. Dari 22 kasus kebakaran itu, sebanyak 21 kasus menimpa bangunan atau rumah, dan hanya 1 kasus kebakaran lahan. Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPKPB) Kota Pekanbaru mencatat, hingga Juli 2015 telah terjadi kebakaran lahan sekitar 61 hektare di wilayah itu yang telah dipadamkan Tim Satuan Tugas Kebakaran Lahan dan Hutan Riau.
"Kebakaran lahan dan hutan (karhutla) tak hanya terjadi di berbagai kabupaten yang memiliki area hutan luas, tetapi sampai saat ini di Pekanbaru tercatat luas kebakaran lahan telah capai 61 ha," terang Kepala Bidang Pemadam Kebakaran BPBPK Kota Pekanbaru, Faisal Hendri di Pekanbaru, Senin.
Bahkan, lanjut dia, berdasarkan data terakhir BPKPB Kota Pekanbaru menyebutkan, terdapat 94 titik kebakaran lahan yang tersebar di beberapa wilayah di daerah. Dari 12 kecamatan, yang terbanyak terjadinya kebakaran lahan adalah Kecamatan Tampan yang merupakan kawasan padat penduduk dengan total 20 areal lahan atau kasus kebakaran. Disusul disusul Kecamatan Bukit Raya yang mencapai 17 kasus dan Kecamatan Payung Sekaki sebanyak 16 kasus.  Kemudian diikuti Kecamatan Marpoyan Damai dengan 15 kasus, Kecamatan Tenayan Raya 10 kasus dan Kecamatan Rumbai Pesisir sebanyak tujuh kasus kebakaran lahan.
Kabut asap yang menyelimuti Pekanbaru terus memburuk,  sebelumnya kabut asap Pekanbaru berkisar antara 400 meter hingga 1.000 meter, tetapi pada Minggu pagi terus memburuk mencapai 100 meter. BMKG merilis, (27/9/2015) terdapat 674 titik panas yang terpantau di enam provinsi di Sumatera. Titik panas terbanyak terpantau di Sumatera Selatan dengan 607 titik. Selanjutnya Jambi 37 titik, Lampung 14 titik, Bangka Belitung 11 titik dan Kepulauan Riau satu titik.
Kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan sudah masuk kategori darurat karena mengganggu kehidupan masyarakat. Kondisi ini mendesak untuk ditanggulangi lembaga lintas sektoral.
2.2     Penyebab Kebakaran Hutan Di Riau
1.      Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setempat mengingatkan dampak dari El Nino di beberapa provinsi termasuk di Riau menyebabkan tanaman menjadi kering, sehingga rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan.
2.      Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad menilai banyak faktor penyebab kebakaran lahan di Riau. Namun jika dilihat fakta di lapangan secara umum, sebelum ada lahan perusahaan untuk perkebunan, sangat jarang terjadi kebakaran besar. Bukan faktor alam atau petani kecil di lokasi kebakaran melainkan faktor manusia Jadi kesalahan kebijakan dan praktik manusia.
3.      Faktor lain, adanya konversi kawasan gambut menjadi kawasan perkebunan sawit, maka genangan ari yang harusnya di lahan gambut, menjadi kering. Sehingga rentan terjadi kebakaran
4.      Andaikan pemerintah tak mengizinkan konversi kawasan gambut dan tetap dipertahankan fungsi airnya, maka peluang terjadi kebakaran relatif kecil. Ini akibat kesalahan kebijakan, karena terlalu besar lahan gambut menjadi lahan sawit.
5.      Terjadi pemanfaatan ketika terjadi kebakaran di lahan perusahaan, membuat perusahaan menjadi menjadi tak hati-hati atau malah memungkinkan terjadi kesengajaan. Karena dengan membuka lahan dengan membakar akan lebih murah atau menyuburkan tanah, sehingga irit pupuk. Ini menjadi kesalahan.
6.      Kebakaran umumnya diakibatkan kelalaian masyarakat dala menggunakan listrik. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kasus kebakaran dimana kebanyakan akibat hubungan pendek listrik.

Faktor lain yang menyebabkan kebakaran hutan, antara lain sebagai berikut:
  1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
  2. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
  3. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
  4. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.
  5. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
2.3     Dampak Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan Riau
1.      Potensi hilangnya transaksi belanja wisatawan, jasa kendaraan sewa, dan ekspedisi barang antardaerah yang nilainya diperkirakan Rp 5 miliar per hari. Sektor perdagangan lebih berdampak transaksi 600 kilogram udang ketak per hari dari nelayan Tanjung Jabung Barat untuk memasok kebutuhan restoran di Jakarta bernilai Rp 800 juta per hari saat ini hilang.
2.      Kabut asap juga menyebabkan kesehatan masyarakat terganggu karena kualitas udara menurun. Jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut di beberapa daerah yang diselimuti kabut asap meningkat.
3.      Sekolah-sekolah di Kta-kota yang terkena kabut asap terpaksa meliburkan siswa untuk menghindari bahaya kesehatan untuk siswa.
4.      Terganggunya Penerbangan di Bandar Udara Internasional akibat kabut asap di kota-kota yang mendapatkan dampak dari kebakaran hutan riau.
5.      Kebakaran lahan dan kabut asap telah mengganggu kehidupan masyarakat. Kerugian akibat kebakaran lahan serta kabut asap diperkirakan miliaran rupiah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menaksir kerugian akibat kerusakan lingkungan di salah satu lahan perusahaan hutan tanaman industri seluas 20.000 hektar di Ogan Komering Ilir sekitar Rp 7,9 triliun. Jambi, misalnya, tahun ini mengalami kerugian lebih dari Rp 720 miliar. Kerugian tersebut mulai dari sisi kerusakan lingkungan, terhambatnya kegiatan ekonomi, hingga terganggunya kesehatan warga.
6.      Akibat kebakaran, ribuan hektar hutan dan lahan rusak. Satwa yang menghuni kawasan yang terbakar juga terancam mati.
7.      Di bidang ekonomi, kabut asap terutama mengganggu jadwal penerbangan. Pengusaha ternak sapi dan kerbau di Palembang usahanya tertunda beberapa hari akibat pesawat yang membawa koleganya batal terbang karena kabut asap. Ini pertemuan usaha untuk membahas kegiatan senilai sekitar Rp 1 miliar.
8.      Sedangkan pantauan di papan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukan kondisi udara kian memburuk. Dari kondisi sehat, kini memasuki level sedang mendekati tidak sehat.
9.      Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat terpapar kabut asap dilaporkan telah mencapai 25 ribu orang. Image copyright AFP Image caption Kabut asap yang tebal telah mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) pada orang dewasa dan anak-anak di Sumatra dan Kalimantan.

2.4     Solusi Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan
1.      Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.
2.      Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.
3.      Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.
4.      Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat.
5.      Melestarikan hutan, tidak melakukan penebangan liar dan melakukan reboisasi hutan, agar hutan tidak gundul dan gersang
7.      Pemerintah bisa juga mewajibkan perusahaan menjaga lahan dari kebakaran di dalam perizinan. Dengan begitu jika terjadi kebakaran di lokasi perizinan pemerintah dapat membekukan izin tersebut
8.      Mengoreksi kebijakan. Termasuk menghentikan konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan perusahaan. Kedua, perjanjian saat terjadi kebakaran disengaja oleh perusahaan, maka izin harus dibekukan dan ditindak secara hukum.
9.      Untuk menghadapi kasus-kasus kebakaran ini harus terus menerus menyiapakan personil dan mobil pemadaman kebakaran. Jika ada laporan masuk tentang kebakaran, tim pemadam kebakaran langsung diberangkatkan menuju lokasi kebakaran.

2.5     Pencegahan Kebakaran
Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.
Upaya pemadaman sudah dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat mereka jera.
Oleh karena itu, berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya pengendalian kebakaran hutan yang efektif. Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
  1. Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut:
  • pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu
    maupun hasil prediksi.
  • pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
  • pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2.      Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
·         analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
·         pengolahan data hasil pengintaian petugas
  1. Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.
Pembinaan  merupakan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya kebakaran hutan.
Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.
  1. Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
    Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
  • Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.
  • Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.
  • Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan
  1. Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
  • Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
  • Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
  • Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
  • Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o   Preventif : kegiatan pengawasan untuk pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan). Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran hutan
o   Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah terjadinya kerusakan lingkungan.
Untuk mendukung keberhasilan, upaya pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan fasilitas pendukung yang meliputi :
  1. Pengembangan dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
    Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah.
  2. Pengembangan organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
    Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif.
  3. Pengembangan sistem komunikasi, Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yang berkaitan dengan kebakaran hutan.


Gambar Terkait Kebakaran Hutan Riau









BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Kebakaran hutan di pekan baru dapat di simpulkan penyebab kebakaran hutan bukan saja faktor alam melainkan faktor manusia yang menyalah gunakan fungsi hutan. Akibat dari pembakaran lahan ini menimbulkan banyak kerigian di berbagai kota. Dan merugikan masyarakat karna kabut asam melumpuhkan pengguna jalan raya dan lumpuhnya transportasi udara serta masyarakat terkena berbagai macam penyakit akibat dari kabut asap.

3.2       Saran


DAFTAR PUSTAKA
http://news.pekanbaru.com/read/kebakaran-hutan-dan-upaya-pemadaman



Komentar