PENDIDIKAN IPS
STUDY KASUS KEBAKARAN HUTAN RIAU
STUDY KASUS KEBAKARAN HUTAN RIAU
OLEH
ADE NOVRIANDA
3153131001
JURUSAN
PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa di mana berkat rahmat dan
karunianya makalah ini dapat selesai pada waktunya. Makalah ini membahas
tentang Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau.
Penulis juga banyak mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini
yaitu ide dan gagasan dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
para pembaca yang berkenan membaca dan mengambil manfaat dari makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan seperti dari isi serta sumber-sumber
penulisan makalah ini. Di harapkan para pembaca dapat memberikan sejumlah
kritik dan saran agar penulis makalah ini dapat memperbaiki makalah ini menjadi
lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca dan penulis ucapkan terima kasih.
Medan,
27 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................................................. 1
1.3
Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1
Kebakaran Hutan Yang Melanda Riau.................................................................. 3
2.2
Penyebab Kebakaran Hutan Di Riau..................................................................... 4
2.3
Dampak Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan
Riau............................................ 5
2.4
Solusi Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan.......................................................... 6
2.5
Pencegahan Kebakaran Hutan............................................................................... 7
2.6 Gambar
Terkait Kebakaran Hutan Riau................................................................. 11
BAB
III PENUTUP........................................................................................................... 12
3.1
Kesimpulan............................................................................................................ 12
3.2
Saran...................................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran
hutan dan lahan terus meluas di Pulau Sumatera. Selain Provinsi Riau, titik api
juga terdeteksi menyebar di 5 provinsi lainnya. Di Pekanbaru sendiri, asap
dari kebakaran sudah menyelimuti sejak Jumat pagi
dan menyebabkan jarak pandang hanya 3 kilometer. Berdasarkan pantauan satelit
Terra dan Aqua milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ada
sekitar 35 titik api yang tersebar di Provinsi Aceh 4, Bangka Belitung 2, Jambi
5, Kepulauan Riau 3 dan Sumatera Barat 1.
“Di
Provinsi Riau sendiri terdeteksi 15 titik yang tersebar di 4 kabupaten/kota.
Yaitu Bengkalis 3 titik, Pelalawan 3, Rokan Hulu 2 dan Kabupaten Siak 7 titik,”
jelas staf Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo di Pekanbaru,
Riau, Jumat(27/2/2015).
Dari
semua titik panas, sebut Agus, yang mengindikasikan titik api sebagai kebakaran
hutan dan lahan ada 9. Semuanya tersebar di Bengkalis, Pelalawan, Rokan Hulu
dan Siak. Pada umumnya, cuaca di Riau cerah berawan. Peluang hujan dengan
intensitas ringan dan tidak merata diprakirakan terjadi pada malam hari di
wilayah Riau bagian barat dan selatan. “Jarak pandang terpendek terjadi di
Pekanbaru karena disebabkan kebakaran hutan dan lahan, yaitu sekitar 3
kilometer. Kemudian di Pelalawan 3 kilometer, Dumai 6 kilometer dan Rengat 5
kilometer,” ujar Agus. Sementara itu, BMKG Pekanbaru mengkhawatirkan dampak
kebakaran yang terus meluas di Riau. Jika tidak segera diantisipasi, Riau
diprediksi bakal ‘mengekspor’ asap ke negara tetangga.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Kebakaran
Hutan Yang Melanda Riau
1.2.2 Penyebab
Kebakaran Hutan Di Riau
1.2.3 Dampak
Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan Riau
1.2.4 Solusi
Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan
1.2.5 Pencegahan
Kebakaran Hutan
1.3 Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini yaitu agar pembaca mengetahui perkembangan kebakaran di
riau, dampak kebakaran bagi riau, dampak asap bagi seluruh kota di indonesia,
serta penanggulangan dan pencegahan agar kebakaran hutan tidak terjadi. Agar
para pembaca dapat mengetahui apa saja penyebab kebakaran hutan riau.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Kebakaran
Hutan Yang Melanda Riau
Masyarakat
Indonesia mesti menghadapi kabut asap yang sudah hampir satu bulan menyelimuti
sejumlah kota. Musim kemarau panjang membuat kabut asap semakin parah.
Akibatnya sejumlah sekolah pun terpaksa diliburkan demi menjaga kesehatan para
siswa. Tidak hanya itu.. asap tebal juga mulai menyerang saluran pernapasan
bayi dan anak anak.
Rapat
Koordinasi Pemimpin Daerah di Pulau Nias dengan Pelaksana Tugas Gubernur Sumut
di Medan, Jumat, juga batal karena pesawat Garuda Medan-Gunungsitoli-Medan
batal terbang akibat kabut asap. Para pengusaha bahkan membatalkan
penerbangannya ke luar daerah demi keselamatan penerbangan.
Pengamat
ekonomi Universitas Batang hari, Jambi, Pantun Bukit, mengatakan, potensi
ekonomi yang hilang jauh lebih besar dibandingkan nilai kerugian. Dia
mencontohkan tingkat hunian hotel dan penginapan menurun drastis selama dua
pekan terakhir sejak Jambi diselimuti kabut asap. Rata-rata tingkat hunian
hotel 60 persen per bulan, tetapi sejak terganggunya aktivitas penerbangan
akibat asap, tingkat hunian juga anjlok. "Kini menjadi 30 persen saja
tingkat okupansinya," kata Pantun.
Selama
tahun 2015 ini telah terjadi sebanyak 22 kasus kebakaran di kota pekanbaru.
Dari 22 kasus kebakaran itu, sebanyak 21 kasus menimpa bangunan atau rumah, dan
hanya 1 kasus kebakaran lahan. Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam
Kebakaran (BPKPB) Kota Pekanbaru mencatat, hingga Juli 2015 telah terjadi
kebakaran lahan sekitar 61 hektare di wilayah itu yang telah dipadamkan Tim
Satuan Tugas Kebakaran Lahan dan Hutan Riau.
"Kebakaran lahan dan hutan (karhutla) tak hanya terjadi di berbagai kabupaten yang memiliki area hutan luas, tetapi sampai saat ini di Pekanbaru tercatat luas kebakaran lahan telah capai 61 ha," terang Kepala Bidang Pemadam Kebakaran BPBPK Kota Pekanbaru, Faisal Hendri di Pekanbaru, Senin.
"Kebakaran lahan dan hutan (karhutla) tak hanya terjadi di berbagai kabupaten yang memiliki area hutan luas, tetapi sampai saat ini di Pekanbaru tercatat luas kebakaran lahan telah capai 61 ha," terang Kepala Bidang Pemadam Kebakaran BPBPK Kota Pekanbaru, Faisal Hendri di Pekanbaru, Senin.
Bahkan,
lanjut dia, berdasarkan data terakhir BPKPB Kota Pekanbaru menyebutkan,
terdapat 94 titik kebakaran lahan yang tersebar di beberapa wilayah di daerah.
Dari 12 kecamatan, yang terbanyak terjadinya kebakaran lahan adalah Kecamatan
Tampan yang merupakan kawasan padat penduduk dengan total 20 areal lahan atau
kasus kebakaran. Disusul disusul Kecamatan Bukit Raya yang mencapai 17 kasus
dan Kecamatan Payung Sekaki sebanyak 16 kasus.
Kemudian diikuti Kecamatan Marpoyan Damai dengan 15 kasus, Kecamatan
Tenayan Raya 10 kasus dan Kecamatan Rumbai Pesisir sebanyak tujuh kasus kebakaran
lahan.
Kabut asap yang menyelimuti
Pekanbaru terus memburuk, sebelumnya
kabut asap Pekanbaru berkisar antara 400 meter hingga 1.000 meter, tetapi pada
Minggu pagi terus memburuk mencapai 100 meter. BMKG merilis, (27/9/2015)
terdapat 674 titik panas yang terpantau di enam provinsi di Sumatera. Titik
panas terbanyak terpantau di Sumatera Selatan dengan 607 titik. Selanjutnya
Jambi 37 titik, Lampung 14 titik, Bangka Belitung 11 titik dan Kepulauan Riau
satu titik.
Kabut asap pekat akibat kebakaran
hutan dan lahan yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan
sudah masuk kategori darurat karena mengganggu kehidupan masyarakat. Kondisi
ini mendesak untuk ditanggulangi lembaga lintas sektoral.
2.2 Penyebab Kebakaran Hutan Di Riau
1.
Badan Meterologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) setempat mengingatkan dampak dari El Nino di beberapa provinsi
termasuk di Riau menyebabkan tanaman menjadi kering, sehingga rentan mengalami
kebakaran hutan dan lahan.
2.
Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad
menilai banyak faktor penyebab kebakaran lahan di Riau. Namun jika dilihat
fakta di lapangan secara umum, sebelum ada lahan perusahaan untuk perkebunan,
sangat jarang terjadi kebakaran besar. Bukan faktor alam atau petani kecil di
lokasi kebakaran melainkan faktor manusia Jadi kesalahan kebijakan dan praktik
manusia.
3.
Faktor lain, adanya konversi kawasan
gambut menjadi kawasan perkebunan sawit, maka genangan ari yang harusnya di
lahan gambut, menjadi kering. Sehingga rentan terjadi kebakaran
4.
Andaikan pemerintah tak mengizinkan
konversi kawasan gambut dan tetap dipertahankan fungsi airnya, maka peluang
terjadi kebakaran relatif kecil. Ini akibat kesalahan kebijakan, karena terlalu
besar lahan gambut menjadi lahan sawit.
5.
Terjadi pemanfaatan ketika terjadi
kebakaran di lahan perusahaan, membuat perusahaan menjadi menjadi tak hati-hati
atau malah memungkinkan terjadi kesengajaan. Karena dengan membuka lahan dengan
membakar akan lebih murah atau menyuburkan tanah, sehingga irit pupuk. Ini menjadi
kesalahan.
6. Kebakaran
umumnya diakibatkan kelalaian masyarakat dala menggunakan listrik. Hal ini
dapat dilihat dari sejumlah kasus kebakaran dimana kebanyakan akibat hubungan
pendek listrik.
Faktor lain yang menyebabkan
kebakaran hutan, antara lain sebagai berikut:
- Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
- Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
- Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
- Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.
- Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
2.3
Dampak
Yang Di Timbulkan Kebakaran Hutan Riau
1. Potensi
hilangnya transaksi belanja wisatawan, jasa kendaraan sewa, dan ekspedisi
barang antardaerah yang nilainya diperkirakan Rp 5 miliar per hari. Sektor
perdagangan lebih berdampak transaksi 600 kilogram udang ketak per hari dari
nelayan Tanjung Jabung Barat untuk memasok kebutuhan restoran di Jakarta
bernilai Rp 800 juta per hari saat ini hilang.
2. Kabut asap
juga menyebabkan kesehatan masyarakat terganggu karena kualitas udara menurun.
Jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut di beberapa daerah yang
diselimuti kabut asap meningkat.
3. Sekolah-sekolah
di Kta-kota
yang terkena kabut asap terpaksa meliburkan siswa untuk menghindari bahaya
kesehatan untuk siswa.
4. Terganggunya
Penerbangan di Bandar Udara Internasional akibat
kabut asap di kota-kota yang mendapatkan dampak dari kebakaran
hutan riau.
5. Kebakaran
lahan dan kabut asap telah mengganggu kehidupan masyarakat. Kerugian akibat
kebakaran lahan serta kabut asap diperkirakan miliaran rupiah. Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menaksir kerugian akibat kerusakan lingkungan di
salah satu lahan perusahaan hutan tanaman industri seluas 20.000 hektar di Ogan
Komering Ilir sekitar Rp 7,9 triliun. Jambi, misalnya, tahun ini mengalami
kerugian lebih dari Rp 720 miliar. Kerugian tersebut mulai dari sisi kerusakan
lingkungan, terhambatnya kegiatan ekonomi, hingga terganggunya kesehatan warga.
6. Akibat
kebakaran, ribuan hektar hutan dan lahan rusak. Satwa yang menghuni kawasan
yang terbakar juga terancam mati.
7. Di bidang
ekonomi, kabut asap terutama mengganggu jadwal penerbangan. Pengusaha ternak
sapi dan kerbau di Palembang usahanya tertunda beberapa hari akibat pesawat
yang membawa koleganya batal terbang karena kabut asap. Ini pertemuan usaha
untuk membahas kegiatan senilai sekitar Rp 1 miliar.
8. Sedangkan
pantauan di papan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukan kondisi
udara kian memburuk. Dari kondisi sehat, kini memasuki level sedang mendekati
tidak sehat.
9. Penderita
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat terpapar
kabut asap dilaporkan telah mencapai 25 ribu orang. Image
copyright AFP Image caption Kabut asap yang tebal telah mengakibatkan infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) pada orang dewasa dan anak-anak di Sumatra dan
Kalimantan.
2.4
Solusi
Dan Upaya Untuk Kebakaran Hutan
1. Memberdayakan
sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan.
Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan langkah pembinaan terkait tindakan
apa saja yang harus dilakukan jika kawasan hutan telah memasuki status Siaga I
dan juga Siaga II.
2. Memindahkan
segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan serta dana pada semua
tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan hingga instansi lain bahkan
juga pihak swasta.
3. Memantapkan
koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait melalui dengan
PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan PUSDALKARHUTDA tingkat I dan
SATLAK kebakaran lahan dan juga hutan.
4. Bekerjasama
dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal menanggulangi kebakaran
hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang berbatasan dengan kita misalnya
dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-nya. Atau juga dengan Australia bahkan
Amerika Serikat.
5.
Melestarikan hutan, tidak melakukan
penebangan liar dan melakukan reboisasi hutan, agar hutan tidak gundul dan
gersang
7.
Pemerintah bisa juga mewajibkan
perusahaan menjaga lahan dari kebakaran di dalam perizinan. Dengan begitu jika
terjadi kebakaran di lokasi perizinan pemerintah dapat membekukan izin tersebut
8.
Mengoreksi kebijakan. Termasuk
menghentikan konversi lahan gambut menjadi lahan perkebunan perusahaan. Kedua,
perjanjian saat terjadi kebakaran disengaja oleh perusahaan, maka izin harus
dibekukan dan ditindak secara hukum.
9. Untuk
menghadapi kasus-kasus kebakaran ini harus terus menerus menyiapakan personil
dan mobil pemadaman kebakaran. Jika ada laporan masuk tentang kebakaran, tim
pemadam kebakaran langsung diberangkatkan menuju lokasi kebakaran.
2.5
Pencegahan
Kebakaran
Upaya untuk menangani kebakaran
hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang bersifat represif dan penanganan
yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang bersifat represif
adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran hutan
setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah
pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan
kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang
bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan
dalam rangka menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran
hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada dan dilaksanakan sebelum
kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan pemerintah dalam kasus
kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, lebih banyak
didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang ada,
penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran
hutan di Indonesia.
Upaya pemadaman sudah dijalankan,
namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang muncul
(seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak didakwa
sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak membuat
mereka jera.
Oleh karena itu, berbagai
ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya
pengendalian kebakaran hutan yang efektif. Menurut UU No 45 Tahun 2004,
pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan secara terpadu dari tingkat pusat,
provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Ada kesamaan bentuk
pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di
setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut ini :
- Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim digunakan adalah 3 cara berikut:
- pemetaan
daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu
maupun hasil prediksi. - pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa (Partisipatory Rural Appraisal)
- pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau citra satelit
2.
Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran
hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan
pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) di setiap tingkat. Deteksi
dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
·
analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu
wilayah
·
pengolahan data hasil pengintaian petugas
- Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan dimaksudkan agar
menginformasikan kepada masyarakat di setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak,
serta peran aktivitas manusia yang
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya.
Pembinaan merupakan kegiatan
yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya
kebakaran hutan.
Sementara,
pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat, khususnya yang tinggal di
sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan tindakan awal dalam
merespon kebakaran hutan.
- Standardisasi
: pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang baku dalam berbagai hal berikut :
- Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi
dan keberlanjutan data yang masuk, khususnya data yang berkaitan dengan
kebakaran hutan, harus diterapkan sistem pelaporan yang sederhana dan mudah
dimengerti masyarakat. Ketika data yang masuk sudah lancar, diperlukan analisis
yang tepat sehingga bisa dijadikan sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.
- Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus
dimiliki oleh setiap daerah harus bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun
standar ini bisa disesuaikan kembali sehubungan dengan potensi terjadinya
kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang tersedia di
daerah.
- Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi
ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan kebakaran yang efisien
dan efektif dalam mencegah maupun menangani kebakaran hutan yang terjadi.
Adanya standardisasi ini akan memudahkan petugas penanganan kebakaran untuk
segera mengambil inisiatif yang tepat dan jelas ketika terjadi kasus kebakaran
hutan
- Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi empat, yaitu :
- Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang diamati. Contoh : patroli hutan
- Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
- Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan, dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
- Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat melalui 2 pendekatan, yaitu :
o Preventif : kegiatan pengawasan untuk
pencegahan sebelum terjadinya perusakan lingkungan (pembakaran hutan).
Contohnya : pengawasan untuk menentukan status ketika akan terjadi kebakaran
hutan
o
Represif : kegiatan pengawasan yang bertujuan untuk menanggulangi perusakan
yang sedang terjadi atau telah terjadi serta akibat-akibatnya sesudah
terjadinya kerusakan lingkungan.
Untuk mendukung keberhasilan, upaya
pencegahan yang sudah dikemukakan diatas, diperlukan berbagai pengembangan
fasilitas pendukung yang meliputi :
- Pengembangan
dan sosialisasi hasil pemetaan kawasan rawan kebakaran hutan
Hasil pemetaan sebisa mungkin dibuat sampai sedetail mungkin dan disebarkan pada berbagai instansi terkait sehingga bisa digunakan sebagai pedoman kegiatan institusi yang berkepentingan di setiap unit kawasan atau daerah. - Pengembangan
organisasi penyelenggara Pencegahan Kebakaran Hutan
Pencegahan Kebakaran Hutan perlu dilakukan secara terpadu antar sektor, tingkatan dan daerah. Peran serta masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan upaya pencegahan ini. Sementara itu, aparatur pemerintah, militer dan kepolisian, serta kalangan swasta perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memungkinkan terselenggaranya Pencegahan Kebakaran Hutan secara efisien dan efektif. - Pengembangan sistem komunikasi, Sistem komunikasi perlu dikembangkan seoptimal mungkin sehingga koordinasi antar tingkatan (daerah sampai pusat) maupun antar daerah bisa berjalan cepat. Hal ini akan mendukung kelancaran early warning system, transfer data, dan sosialisasi kebijakan yang berkaitan dengan kebakaran hutan.
Gambar Terkait Kebakaran Hutan Riau
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebakaran
hutan di pekan baru dapat di simpulkan penyebab kebakaran hutan bukan saja
faktor alam melainkan faktor manusia yang menyalah gunakan fungsi hutan. Akibat
dari pembakaran lahan ini menimbulkan banyak kerigian di berbagai kota. Dan
merugikan masyarakat karna kabut asam melumpuhkan pengguna jalan raya dan
lumpuhnya transportasi udara serta masyarakat terkena berbagai macam penyakit
akibat dari kabut asap.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://news.pekanbaru.com/read/kebakaran-hutan-dan-upaya-pemadaman
Komentar
Posting Komentar